Media Sosial dan Tradisi Ilmiah
Silahkan dicoba, unggah foto, gambar, tulisan singkat, atau tulisan agak panjang ke media sosial (misalnya facebook atau whatsapp), maka ada beberapa fenomena yang menarik. Respons pengguna media sosial berupa “suka atau komentar” akan diperoleh unggahan foto, gambar, dan tulisan singkat lebih banyak dan lebih cepat daripada tulisan panjang. Ini belum bicara tentang kualitas isi atau topik tulisan yang disajikan.
Sikap pengguna media sosial tersebut bisa dijadikan bahan renungan. Merespons foto atau gambar tidak butuh waktu lama dan tidak harus memaksakan kerja otak. Demikian juga tulisan singkat dengan pesan tertentu, mudah dipahami meski dangkal dan tidak dilengkapi argumen atau data penunjang. Sementara, tulisan panjang lebih membutuhkan konsentrasi dan kerja ektra untuk bisa memahaminya.
Itu baru bicara soal respons atau membaca. Berarti, berbanding lurus dengan minat dan kemampuan menulis. Mengunggah foto, gambar, tulisan singkat lebih sering dilakukan pengguna media sosial dari pada mengunggah tulisan panjang karya sendiri. Dalam hal ini, bukan berarti memahami atau memproduksi foto/ gambar dan tulisan singkat tidak membutuhkan pemikiran.
Kemajuan suatu masyarakat, salah satu di antaranya diukur dari perkembangan ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan akan menggeliat bahkan melesat maju jika banyak pihak membiasakan tradisi ilmiah. Dan tradisi ilmiah, banyak terkonsentrasi pada kebiasaan masyarakat yaitu kegemaran membaca dan memproduksi tulisan-tulisan ilmiah yang mencerahkan. Adapun tulisan atau gambar yang isinya curahan perasaan atau kegalauan peribadi hanya akan meramaikan jagat media sosial tanpa berakhir pada peningkatan kualitas pengentahuan.
Ketika seseorang memahmi satu atau dua halaman tulisan ilmiah, ia akan menghubungkan dengan pengalamannya, yaitu tulisan-tulisan yang telah dibaca sebelumnya. Apalagi jika seseorang akan memproduksi tulisan (misalnya 2 halaman), ia akan membutuhkan lebih banyak pengalaman berupa referensi ilmiah yang telah dibaca atau ditulisnya. Dapat dibayangkan, bagaimana kita akan bisa menjaga tradisi ilmiah yang bisa memajukan ilmu pengetahuan jika kita -dalam waktu lama- enggan berpikir keras dan bahkan lebih nyaman merspons seuatu yang sifatnya sekadar hiburan semata.
Bukankah buku tebal –baik fiksi maupun nonfiksi- yang kita baca hari ini merupakan kerja ilmiah orang-orang hebat terdahulu. Jika tradisi itu tidak dijaga, karena mungkin kita terbawa alunan irama kebanyakan pengguna media sosial, akan ada rentai ilmiah yang terputus dan itu mengganggu laju ilmu pengetahuan.
Melahirkan tulisan panjang dengan bobot ilmiah yang memadai memang sangat sulit. Namun, membiasakan membaca atau melahirkan tulisan agak panjang dan ilmiah pada media sosial setidaknya masih ada upaya menjaga tradisi ilmiah. Saatnya, menggunakan media sosial bukan sekadar mengintip gosip, informasi-informasi hoak, dan curahan gegelisahan. Media sosial dapat kita gunakan sebagai ajang untuk mengasah ketajaman berpikir. Dengan demikian tradisi ilmiah selalu hadir ditengah-tenggah banyaknya pengguna media sosial saat ini.
Sidareja, 29 November 2017
Share This Post To :
Kembali ke Atas
Artikel Lainnya :
- KEBUGARAN JASMANI
- TERNYATA, MATEMATIKA ITU TAK MENAKUTKAN
- Belajar Sejarah itu menumbuhkan cinta, cinta peserta didik terhadap tanah air
- Belajar Sejarah itu menumbuhkan cinta, cinta peserta didik terhadap tanah air
- Kiat Sukses Ujian Nasional Berbasis Komputer UNBK 2019
Silahkan Isi Komentar dari tulisan artikel diatas :
Komentar :
Pengirim : bambang setiawan -
[bamb.sty@gmail.com] Tanggal : 30/11/2017 kenyataannya sekarang adalah..... orang mampu membaca jutaan kata di sma, WA atau BBM tapi mereka tidak mampu membaca tulisan ilmiah bahkan hanya satu kata-pun........ hiks |
Kembali ke Atas